SDLC
SDLC adalah proses pembuatan
dan pengubahan sistem serta model dan metodologi yang digunakan untuk
mengembangkan sistem-sistem tersebut. Konsep ini umumnya merujuk pada sistem
komputer atau informasi. SDLC juga merupakan pola yang diambil untuk
mengembangkan sistem perangkat lunak, yang terdiri dari tahap-tahap: analisa
(analysis), desain (design), implementasi (implementation), uji coba (testing)
dan pengelolaan (maintenance).Dalam rekayasa perangkat lunak, konsep SDLC
mendasari berbagai jenis metodologi pengembangan perangkat lunak.
Metodologi-metodologi ini membentuk suatu kerangka kerja untuk perencanaan dan
pengendalian pembuatan sistem informasi, yaitu proses pengembangan perangkat
lunak. Terdapat 3 jenis metode siklus hidup sistem yang paling banyak
digunakan, yakni: siklus hidup sistem tradisional (traditional system life
cycle), siklus hidup menggunakan protoyping (life cycle using prototyping), dan
siklus hidup sistem orientasi objek (object-oriented system life cycle).
Karangan kami seputar SDLC
Jepang adalah salah satu negara yang maju dalam bidang
teknologi. Di Jepang juga terkenal dengan sector indistri seperti industry
sector utama Jepang adalah otomotif, elektronik konsumen, komputer,
semikonduktor, besi dan baja dll. Jepang hampir 88% daratannya adalah
daerah tandus dan lahan yang hanya bisa dipergunakan hanya 12% tapi hasilnya
termasuk memuaskan. Besarnya hasil pertanian didukung oleh kesuburan lahan
pertanian karena tanah yang mengandung abu vulkanis. Wow, bagaimana dengan Indonesia
yang memiliki tanah yang subur? Mungkin bila benar-benar dimanfaatkan dengan
benar dan mendapat perhatian dari pemerintah, Indonesia bisa menjadi negara
yang maju dengan hasil alam nya.
Jepang juga mempunyai budaya yang unik yang hampir
seluruh negara mengenalnya seperti cara berpakaian, duduk, mengucapkan terima
kasih, cara makan dll. Bukan hanya itu kuliner makanan khas Jepang juga
terkenal maka tak jarang bila banyak restoran Jepang di negara lain. Ini semua
karena Jepang bisa menjaga dan melestarikan budaya mereka dengan begitu tidak
akan ada yang bisa mengklaim kebeduyaan mereka. Seluruh masyarakat Indonesia
pun bisa melakukannya seperti Jepang dengan mencintai produk dan budaya
sendiri.
Ini adalah beberapa sifat dan resep dari kunci
kesuksesan Jepang yang pernah saya baca:
1. Kerja Keras
Tak dipungkirin lagi semua negara
dibelahan dunia mengakui bahwa Jepang adalah negara yang pekerja keras.
Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi
dibandingkan dengan Amerika(1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman
(1870 jam/tahun), dan Perancis (1680jam/tahun).
Seorang pegawai di Jepang bisa
menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain
memerlukan47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja
Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6
orang.
2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun
temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan
pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan
pertempuran.
Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit
berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat(menteri, politikus,
dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagalmenjalankan tugasnya.
Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak
SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas.
Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada
mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur ditengah jalan.
Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun
norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
3. Hidup Hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat
dalam keseharian. Sikap antikonsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai
bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat
terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada
sekitar jam 19:30.
Selidik punya selidik, ternyata sudah
menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai
separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelumtutup. Seperti diketahui
bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah
perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di
Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.
Mereka biasanya bertahan di satu atau dua
perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari industri di Jepang yang
kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan
didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (corebusiness) perusahaan.
5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang
mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam
bentuk yang diminati oleh masyarakat. Contohnya adalah penemu atau pencipta
rakitan roda empat bukan lah negara Jepang dan Amerika adalah negara yang
memilik hak paten. Tapi Jepang dengan inovasinya bisa membuat model-model mobil
yang unik dan diminati oleh seluruh dunia dan juga mempunyai harga yang murah.
6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk
bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah
kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat
tertinggal dalam teknologi.
Ketika restorasi Meiji (meiji ishin)
datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan
sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi
pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi
Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia.
Kabarnya kalau Indonesia menghentikan
pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita. Rentetan
bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,
disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi
besar di Tokyo.
Ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Cukup menakjubkan bagaimana
Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis
peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk
membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian.
7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang
dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar
penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran.Tidak
peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu didensha untuk
membaca.
Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yangmembuat
minat baca masyarakat semakin tinggi.
Budaya baca orang Jepang juga didukung
oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris,
perancis, jerman, dsb).
8. Kerja Sama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu
mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik.Termasuk klaim
hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.
Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja,
kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas
mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin
salah satu kekuatan terbesar orang Jepang.
Ada anekdot bahwa “1 orang professor
Jepang akan kalah dengan 1 orang professor Amerika. Tapi 10 orang professor
Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”
. Musyawarah mufakat atau sering disebutdengan “rin-gi” adalah ritual
dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam”rin-gi”.
9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk
mandiri. Anak TK (Yochien) di Jepang harus membawa 3 tas besarberisi
pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti,
buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya.
Di Yochien setiap anak dilatih untuk
membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya
sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta
biaya kepada orang tua.
Mereka mengandalkan kerja part time untuk
biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka
“meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan
berikutnya.
10. Jaga Tradisi
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak
membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang
sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya
minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang.
Kalau suatu hari anda naik sepeda di
Jepangdan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak
malah yang minta maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari
berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus
hati-hati dalam pergaulan dengan orangJepang karena “haik” belum tentu “ya”
bagi orang Jepang.
Persaingan keras karena masuknya beras
Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang
untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yangdijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain
untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian.
Hmm. Gimana dengan 10 resep kesuksessan Jepang? Haruskah
kita mencontohnya? Sebagai generasi muda tentunya mulai sekarang kita bisa
melihat apa yang harus kita lakukan untuk merubah bangsa ini kearah yang lebih
maju. Kemajuan suatu negara bukanlah dari hasil alam yang subur dan luas tapi
dari sebuah lingkungan masyarakat yang selalu ingin melakukan perubahan yang
lebih baik untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Mudah-mudahan tulisan ini
dapat memotivasi kita semua.